Halaman

Senin, 23 April 2012

MUNAKAHAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Agama Islam adalah agama yang terakhir diturunkan oleh Allah Swt. kepada umat manusia sebagai penyempurna agama yang ada sebelumnya. Agama Islam juga merupakan agama yang diridhai oleh Allah Swt. sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Imran 3:19. Didalam Islam terdapat banyak cakupan masalah diantaranya masalah munakahah (perkawinan).
Lembaga perkawinan adalah lembaga yang mulia dan mempunyai kedudukan yang terhormat dalam hukum Islam dan Hukum Nasional Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia ciptaannya adalah diciptakannya manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan berpasang-pasangan. Manusia diberikan sebuah wadah untuk berketurunan sekaligus beribadah dengan cara melaksanakan perkawinan sesuai tuntunan agama. Perkawinan menjadi jalan utama untuk membentuk rumah tangga yang kekal dan bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Suatu perkawinan yang sah akan menjadi sarana untuk mencapai cita-cita membina rumah tangga yang bahagia, dimana suami dan isteri serta anak-anak dapat hidup rukun dan tenteram menuju terwujudnya masyarakat sejahtera materil dan spirituil. Di samping itu perkawinan bukanlah sematamata kepentingan dari orang yang melangsungkannya namun juga kepentingan keluarga dan masyarakat. Pelaksanaan perkawinan memberikan tambahan hak dan kewajiban pada seseorang, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat.
Akan tetapi dengan berubahnya status seseorang akibat dari perkawinan tersebut belum berarti seseorang telah mengerti hak-hak dan kewajibannya dalam hubungan perkawinan tersebut. Untuk mencapai tujuan dari dilaksanakannya perkawinan, diperlukan adanya peraturan-peraturan yang akan menjadi dasar dan syarat yang harus dipenuhi sebelum dilaksanakannya perkawinan.
Salah satu prinsip yang terkandung didalam Undang-Undang Perkawinan adalah perlindungan bagi calon sekaligus pendewasaan usia individu yang akan melaksanakan perkawinan, artinya bahwa calon suami dan isteri harus matang secara kejiwaan.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah definisi dari nikah?
2.      Bagaimanakah hukum dari nikah?
3.      Apa rukun nikah?
4.      Bagaimanakah perwalian dalam nikah?
5.      Siapa sajakah yang haram dinikahi?
6.      Apa penyebab putusnya perkawinan?


  
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN NIKAH
Menurut bahasa, nikah berarti penyatuan. Sedangkan menurut istilah adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak milik dan kewajiban serta bertolong-menolong antara laki-laki dan perempuan, dan diantara keduanya yang bukan muhrim.

B.     HUKUM NIKAH
Hukum nikah yaitu :
1.      Jaiz (boleh), asal hukum nikah
2.      Sunnat, bagi orang yang berkehendak menikah dan cukup belanjanya
3.      Wajib, bagi orang yang cukup belanjanya dan dia takut akan tergoda pada kejahatan (zina)
4.      Makruh, bagi orang yang belum mampu memberikan nafkah.
5.      Haram, bagi orang yang berniat menyakiti perempuan yang akan dinikahi.

C.    RUKUN NIKAH
Rukun nikah ada lima macam, yaitu :
a.      Calon Suami
Calon suami harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
v  Beragama Islam
v  Benar-benar pria
v  Tidak dipaksa
v  Bukan mahram calon istri
v  Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
v  Usia sekurang-kurangnya 19 Tahun
b.      Calon Istri
Calon istri harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
v  Beragama Islam
v  Benar-benar perempuan
v  Tidak dipaksa,
v  Halal bagi calon suami
v  Bukan mahram calon suami
v  Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
v  Usia sekurang-kurangnya 16 Tahun
c.       Ijab dan Qabul
d.      Wali
Wali harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut :
v  Beragama Islam
v  Baligh (dewasa)
v  Berakal Sehat
v  Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
v  Adil (tidak fasik)
v  Mempunyai hak untuk menjadi wali
v  Laki-laki
e.       Dua Orang Saksi
Dua orang saksi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
v  Islam
v  Baligh (dewasa)
v  Berakal Sehat
v  Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
v  Adil (tidak fasik)
v  Mengerti maksud akad nikah
v  Laki-laki

D.    PERWALIAN
Dalam kitab Kifayatul Akhyar, sebuah kitab fiqih yang lazim digunakan di dalam mazhab Syafi’i, disebutkan urutan wali nikah adalah sebagai berikut:
·  Ayah kandung
·  Kakek, atau ayah dari ayah
·  Saudara se-ayah dan se-ibu
·  Saudara se-ayah saja
·  Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
·  Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
·  Saudara laki-laki ayah
·  Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah

E.     WANITA YANG HARAM DINIKAHI
a.      Larangan karenan nasab
Para ulama sepakat bahwa wanita-wanita tersebut haram dikawini karena hubungan nazabnya :
1.      Ibu, termasuk nenek dari pihak ayah atau pihak ibu
2.      Anak-anak perempuan, termasuk cucu perempuan dari anak laki-laki atau perempuan, hingga keturunan di bawahnya.
3.      Saudara-saudara perempuan, baik saudara seayah atau seibu maupun seayah dan seibu
4.      Saudara perempuan ayah, termasuk saudara perempuan kakek dan nenek dari pihak ayah, dan seterusnya.
5.      Saudara perempuan ibu, termasuk saudara perempuan kakek dan nenek dari pihak ibu, dan seterusnya.
6.      Anak-anak perempuan saudara laki-laki hingga keturunan di bawahnya.
7.      Anak-anak perempuan saudara perempuan hingga keturunan dibawahnya.
Dalil
ôMtBÌhãm öNà6øn=tã öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur öNà6è?ºuqyzr&ur öNä3çG»£Jtãur öNä3çG»n=»yzur ßN$oYt/ur ˈF{$# ßN$oYt/ur ÏM÷zW{$# ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur šÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$# àM»yg¨Bé&ur öNä3ͬ!$|¡ÎS ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm `ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$# OçFù=yzyŠ £`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9 (#qçRqä3s? OçFù=yzyŠ  ÆÎgÎ/ Ÿxsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r& br&ur (#qãèyJôfs? šú÷üt/ Èû÷ütG÷zW{$# žwÎ) $tB ôs% y#n=y 3 žcÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJŠÏm§  
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[1], saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S.An-Nisa’ 4:23)

b.      Larangan karena sebab :
Yang haram dinikahi dalam waktu tertentu :
a.       Saudara perempuan istri (ipar), sampai si istri diceraikan dan menyelesaikan masa iddahnya atau istrinya meninggal dunia. Hal ini sebagaimana firman oleh Allah SWT.
“Dan diharamkan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.” (An-Nisa’ : 23)
b.      Bibi dari istri, baik dari pihak bapak maupun ibu. Ia tidak boleh dinikahi, kecuali setelah putri saudara laki-laki atau saudara perempuannya itu (istri) diceraikan serta menyelesaikan masa iddahnya atau istrinya telah meninggal dunia.
c.       Wanita yang bersuami (Muhshanah), sehingga diceraikan oleh suaminya dan menyelesaikan masa iddahnya. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT
àM»oY|ÁósßJø9$#ur z`ÏB Ïä!$|¡ÏiY9$#
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami.......(An-Nisa’: 24)
d.      Wanita yang sedang menjalani masa iddah, baik karena perceraian maupun karena kematian suaminya, sehingga ia menyelesaikan masa iddahnya.
e.       Wanita yang telah dithalak tiga (ba’in), sehingga ia dinikahi oleh laki-laki lain, yang kemudian berpisah karena perceraian maupun kematian dan telah menyelesaikan masa iddahnya. Hal ini sesuai firman Allah di dalam surah al-Baqarah ayat 230.
f.       Wanita yang berzina, sehingga ia benar-benar bertaubat dari perbuatan tersebut. Hal ini dilakukannya dengan penuh keyakinan serta telah menyelesaikan masa iddah dari perzinahannya tersebut. Sebagaimana firman Allah
èpuÏR#¨9$#ur Ÿw !$ygßsÅ3Ztƒ žwÎ) Ab#y ÷rr& Ô8ÎŽô³ãB 4 tPÌhãmur y7Ï9ºsŒ n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$#   
Perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin[2] (An-Nur : 3)


F.     PUTUS PERKAWINAN
Salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan suami-isteri karena sebab-sebab tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi suami-isteri untuk meneruskan kehidupan rumah tangga disebut dengan thalaq.
Menurut ajaran Agama Islam, thalaq adalah perbuatan halal yang tidak disukai oleh Allah. Sesuai dengan sabda Rasulullah dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Karena itu, asal hukum thalaq adalah haram, tetapi karena ada illatnya, maka hukumnya menjadi diperbolehkan. Akad Perkawinan jika dilihat dari segi pandangan Hukum Islam bukanlah merupakan perdata semata, melainkan merupakan ikatan yang suci (mistqan ghalidan) yang terkait dengan keimanan dan keimanan kepada Allah. Dengan demikian ada segi dimensi ibadah dalam sebuah perkawinan. Untuk itu perkawinan itu harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam Islam yakni terwujudnya keluarga yang sejahtera (mawaddah wa rahmah ) itu dapat terwujud.
Namun seringkali apa yang menjadi tujuan dari perkawinan kandas di perjalanan. Perkawinan harus putus di tengah jalan. Sebenarnya putusnya perkawinan ini adalah merupakan suatu hal yang wajar, karena makna dasar dari suatu akad adalah ikatan atau dapat juga dikatakan Perkawinan pada dasarnya adalah sebuah kontrak. Konsekuensinya ia dapat lepas yang kemudian dapat disebut dengan Talak. Makna dasar dari talak itu adalah melepaskan ikatan atau melepaskan perjanjian.




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
v  Menurut bahasa, nikah berarti penyatuan. Sedangkan menurut istilah adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak milik dan kewajiban serta bertolong-menolong antara laki-laki dan perempuan, dan diantara keduanya yang bukan muhrim.
v  Hukum nikah yaitu : jaiz, sunnat, wajib, makruh, dan haram.
v  Rukun nikah yaitu : Calon suami, calon istri, ijab kabul, wali, dan saksi.
v  Salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan suami-isteri karena sebab-sebab tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi suami-isteri untuk meneruskan kehidupan rumah tangga disebut dengan thalaq.

B.     SARAN
Saran kami terhadap dosen dan teman-teman mahasiswa agar dapat memberikan masukan terhadap makalah ini, karena makalah ini kami rasa belum sempurna dan masih banyak kesalahan yang ada di dalamnya.
  



[1] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
[2] Maksud ayat ini Ialah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya.