BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Agama Islam adalah agama yang terakhir diturunkan
oleh Allah Swt. kepada umat manusia sebagai penyempurna agama yang ada
sebelumnya. Agama Islam juga merupakan agama yang diridhai oleh Allah Swt.
sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Imran 3:19. Didalam Islam terdapat banyak
cakupan masalah diantaranya masalah munakahah (perkawinan).
Lembaga perkawinan adalah lembaga yang mulia dan mempunyai kedudukan
yang terhormat dalam hukum Islam dan Hukum Nasional Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia ciptaannya
adalah diciptakannya manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan berpasang-pasangan.
Manusia diberikan sebuah wadah untuk berketurunan sekaligus beribadah dengan
cara melaksanakan perkawinan sesuai tuntunan agama. Perkawinan menjadi jalan
utama untuk membentuk rumah tangga yang kekal dan bahagia berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Suatu perkawinan yang sah akan menjadi sarana untuk mencapai
cita-cita membina rumah tangga yang bahagia, dimana suami dan isteri serta anak-anak
dapat hidup rukun dan tenteram menuju terwujudnya masyarakat sejahtera materil
dan spirituil. Di samping itu perkawinan bukanlah sematamata kepentingan dari
orang yang melangsungkannya namun juga kepentingan keluarga dan masyarakat. Pelaksanaan
perkawinan memberikan tambahan hak dan kewajiban pada seseorang, baik dalam
kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat.
Akan tetapi dengan berubahnya status seseorang akibat dari
perkawinan tersebut belum berarti seseorang telah mengerti hak-hak dan
kewajibannya dalam hubungan perkawinan tersebut. Untuk mencapai tujuan dari dilaksanakannya
perkawinan, diperlukan adanya peraturan-peraturan yang akan menjadi dasar dan
syarat yang harus dipenuhi sebelum dilaksanakannya perkawinan.
Salah satu prinsip yang terkandung didalam Undang-Undang Perkawinan
adalah perlindungan bagi calon sekaligus pendewasaan usia individu yang akan
melaksanakan perkawinan, artinya bahwa calon suami dan isteri harus matang
secara kejiwaan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah definisi dari nikah?
2.
Bagaimanakah hukum dari
nikah?
3.
Apa rukun nikah?
4.
Bagaimanakah perwalian
dalam nikah?
5.
Siapa sajakah yang haram
dinikahi?
6.
Apa penyebab putusnya
perkawinan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN NIKAH
Menurut bahasa, nikah berarti penyatuan. Sedangkan
menurut istilah adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak milik
dan kewajiban serta bertolong-menolong antara laki-laki dan perempuan, dan
diantara keduanya yang bukan muhrim.
B.
HUKUM NIKAH
Hukum nikah yaitu :
1.
Jaiz (boleh), asal hukum
nikah
2.
Sunnat, bagi orang yang
berkehendak menikah dan cukup belanjanya
3.
Wajib, bagi orang yang
cukup belanjanya dan dia takut akan tergoda pada kejahatan (zina)
4.
Makruh, bagi orang yang
belum mampu memberikan nafkah.
5.
Haram, bagi orang yang
berniat menyakiti perempuan yang akan dinikahi.
C.
RUKUN NIKAH
Rukun nikah ada
lima macam, yaitu :
a. Calon Suami
Calon suami harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
v Beragama Islam
v Benar-benar pria
v Tidak dipaksa
v Bukan mahram calon istri
v Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
v Usia sekurang-kurangnya 19 Tahun
b. Calon Istri
Calon istri
harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
v Beragama Islam
v Benar-benar perempuan
v Tidak dipaksa,
v Halal bagi calon suami
v Bukan mahram calon suami
v Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
v Usia sekurang-kurangnya 16 Tahun
c. Ijab dan Qabul
d. Wali
Wali harus
memenuhi syarat-syarat sebagi berikut :
v Beragama Islam
v Baligh (dewasa)
v Berakal Sehat
v Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
v Adil (tidak fasik)
v Mempunyai hak untuk menjadi wali
v Laki-laki
e. Dua Orang Saksi
Dua orang saksi
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
v Islam
v Baligh (dewasa)
v Berakal Sehat
v Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
v Adil (tidak fasik)
v Mengerti maksud akad nikah
v Laki-laki
D.
PERWALIAN
Dalam kitab Kifayatul Akhyar, sebuah kitab fiqih yang lazim digunakan
di dalam mazhab Syafi’i, disebutkan urutan wali nikah adalah
sebagai berikut:
· Ayah kandung
· Kakek, atau ayah dari ayah
· Saudara se-ayah dan se-ibu
· Saudara se-ayah saja
· Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan
se-ibu
· Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
· Saudara laki-laki ayah
· Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah
E.
WANITA YANG HARAM
DINIKAHI
a.
Larangan karenan
nasab
Para ulama
sepakat bahwa wanita-wanita tersebut haram dikawini karena hubungan nazabnya :
1.
Ibu, termasuk nenek dari
pihak ayah atau pihak ibu
2.
Anak-anak perempuan,
termasuk cucu perempuan dari anak laki-laki atau perempuan, hingga keturunan di
bawahnya.
3.
Saudara-saudara perempuan,
baik saudara seayah atau seibu maupun seayah dan seibu
4.
Saudara perempuan ayah,
termasuk saudara perempuan kakek dan nenek dari pihak ayah, dan seterusnya.
5.
Saudara perempuan ibu,
termasuk saudara perempuan kakek dan nenek dari pihak ibu, dan seterusnya.
6.
Anak-anak perempuan saudara
laki-laki hingga keturunan di bawahnya.
7.
Anak-anak perempuan saudara
perempuan hingga keturunan dibawahnya.
Dalil
ôMtBÌhãm
öNà6ø‹n=tã
öNä3çG»yg¨Bé&
öNä3è?$oYt/ur
öNà6è?ºuqyzr&ur
öNä3çG»£Jtãur
öNä3çG»n=»yzur
ßN$oYt/ur
ˈF{$#
ßN$oYt/ur
ÏM÷zW{$#
ãNà6çF»yg¨Bé&ur
ûÓÉL»©9$#
öNä3oY÷è|Êö‘r&
Nà6è?ºuqyzr&ur
šÆÏiB
Ïpyè»|ʧ9$#
àM»yg¨Bé&ur
öNä3ͬ!$|¡ÎS
ãNà6ç6Í´¯»t/u‘ur
ÓÉL»©9$#
’Îû
Nà2Í‘qàfãm
`ÏiB
ãNä3ͬ!$|¡ÎpS
ÓÉL»©9$#
OçFù=yzyŠ
£`ÎgÎ/
bÎ*sù
öN©9
(#qçRqä3s?
OçFù=yzyŠ
ÆÎgÎ/
Ÿxsù
yy$oYã_
öNà6ø‹n=tæ
ã@Í´¯»n=ymur
ãNà6ͬ!$oYö/r&
tûïÉ‹©9$#
ô`ÏB
öNà6Î7»n=ô¹r&
br&ur
(#qãèyJôfs?
šú÷üt/
Èû÷ütG÷zW{$#
žwÎ)
$tB
ô‰s%
y#n=y™
3
žcÎ)
©!$#
tb%x.
#Y‘qàÿxî
$VJŠÏm§‘
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[1], saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu
yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua);
anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S.An-Nisa’ 4:23)
b.
Larangan karena
sebab :
Yang haram
dinikahi dalam waktu tertentu :
a.
Saudara perempuan istri
(ipar), sampai si istri diceraikan dan menyelesaikan masa iddahnya atau
istrinya meninggal dunia. Hal ini sebagaimana firman oleh Allah SWT.
“Dan diharamkan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.” (An-Nisa’
: 23)
b.
Bibi dari istri, baik dari
pihak bapak maupun ibu. Ia tidak boleh dinikahi, kecuali setelah putri saudara
laki-laki atau saudara perempuannya itu (istri) diceraikan serta menyelesaikan
masa iddahnya atau istrinya telah meninggal dunia.
c.
Wanita yang bersuami (Muhshanah),
sehingga diceraikan oleh suaminya dan menyelesaikan masa iddahnya. Hal ini
sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT
àM»oY|ÁósßJø9$#ur
z`ÏB
Ïä!$|¡ÏiY9$#
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang
bersuami.......(An-Nisa’: 24)
d.
Wanita yang sedang
menjalani masa iddah, baik karena perceraian maupun karena kematian suaminya,
sehingga ia menyelesaikan masa iddahnya.
e.
Wanita yang telah dithalak
tiga (ba’in), sehingga ia dinikahi oleh laki-laki lain, yang kemudian berpisah
karena perceraian maupun kematian dan telah menyelesaikan masa iddahnya. Hal
ini sesuai firman Allah di dalam surah al-Baqarah ayat 230.
f.
Wanita yang berzina,
sehingga ia benar-benar bertaubat dari perbuatan tersebut. Hal ini dilakukannya
dengan penuh keyakinan serta telah menyelesaikan masa iddah dari perzinahannya
tersebut. Sebagaimana firman Allah
èpu‹ÏR#¨“9$#ur
Ÿw
!$ygßsÅ3Ztƒ
žwÎ)
Ab#y—
÷rr&
Ô8ÎŽô³ãB
4
tPÌhãmur
y7Ï9ºsŒ
’n?tã
tûüÏZÏB÷sßJø9$#
Perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh
laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan
atas oran-orang yang mukmin[2]
(An-Nur : 3)
F.
PUTUS PERKAWINAN
Salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan
suami-isteri karena sebab-sebab tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi
suami-isteri untuk meneruskan kehidupan rumah tangga disebut dengan thalaq.
Menurut ajaran Agama Islam, thalaq adalah
perbuatan halal yang tidak disukai oleh Allah. Sesuai dengan sabda Rasulullah
dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Karena itu, asal hukum thalaq
adalah haram, tetapi karena ada illatnya, maka hukumnya menjadi
diperbolehkan. Akad Perkawinan jika dilihat dari segi pandangan Hukum Islam
bukanlah merupakan perdata semata, melainkan merupakan ikatan yang suci
(mistqan ghalidan) yang terkait dengan keimanan dan keimanan kepada Allah.
Dengan demikian ada segi dimensi ibadah dalam sebuah perkawinan. Untuk itu
perkawinan itu harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan apa yang
menjadi tujuan perkawinan dalam Islam yakni terwujudnya keluarga yang sejahtera
(mawaddah wa rahmah ) itu dapat terwujud.
Namun seringkali apa yang menjadi tujuan dari
perkawinan kandas di perjalanan. Perkawinan harus putus di tengah jalan.
Sebenarnya putusnya perkawinan ini adalah merupakan suatu hal yang wajar, karena
makna dasar dari suatu akad adalah ikatan atau dapat juga dikatakan Perkawinan
pada dasarnya adalah sebuah kontrak. Konsekuensinya ia dapat lepas yang
kemudian dapat disebut dengan Talak. Makna dasar dari talak itu adalah
melepaskan ikatan atau melepaskan perjanjian.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
v Menurut bahasa, nikah berarti penyatuan. Sedangkan menurut
istilah adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak milik dan
kewajiban serta bertolong-menolong antara laki-laki dan perempuan, dan diantara
keduanya yang bukan muhrim.
v
Hukum nikah yaitu : jaiz,
sunnat, wajib, makruh, dan haram.
v
Rukun nikah yaitu : Calon
suami, calon istri, ijab kabul, wali, dan saksi.
v Salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan
suami-isteri karena sebab-sebab tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi
suami-isteri untuk meneruskan kehidupan rumah tangga disebut dengan thalaq.
B.
SARAN
Saran kami terhadap dosen dan teman-teman mahasiswa
agar dapat memberikan masukan terhadap makalah ini, karena makalah ini kami
rasa belum sempurna dan masih banyak kesalahan yang ada di dalamnya.
[1] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke
atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu
perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang
dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur
ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
[2] Maksud
ayat ini Ialah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina,
demikian pula sebaliknya.